1)Selalu Mengingat Alasan & Tujuan
Jika kita menginginkan sesuatu sebagai tujuan dan memiliki alasan yang
kuat untuk mencapai tujuan tersebut, maka kita akan mencari cara
bagaimana meraih tujuan tersebut dan melaksanakannya. Namun jika kita
hanya mengetahui bagaimana caranya sesuatu dikerjakan, kita tidak akan
terlalu termotivasi berdisiplin tanpa menyadari apa yang menjadi alasan
dan tujuan yang kuat mengapa kita melakukan hal tersebut. Ini sering
terjadi pada para karyawan yang bekerja di bidang administrasi dan
pekerja di bagian manufaktur/lini produksi atau buruh.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kentaro Fujita, para partisipan
yang selalu mengingat-ingat alasan mengapa mereka melakukan sesuatu
ketika sedang mengerjakannya, lebih gigih dan disiplin dalam mencapai
tujuannya daripada mereka yang mengerjakan sesuatu tanpa secara sadar
memikirkan alasan dan tujuannya.
Kita akan lebih termotivasi jika kita menyadari bahwa pekerjaan kita
bermakna dan memiliki tujuan yang berarti. Gali inspirasi, hasrat
pribadi, dan ingat-ingatlah orang-orang yang dicintai yang ingin kita
nafkahi serta yang ingin kita bahagiakan. Bayangkan diri kita di masa
depan, ketika usia telah senja dan tubuh telah renta, bagaimana kita
ingin menjadi di suatu hari nanti? Tentunya ingin berhasil mendapatkan
tujuan dengan alasan yang berarti.
2)Membuat Rencana yang Spesifik dan Tertib
Banyak orang gagal memenuhi resolusi tahun barunya untuk menurunkan
berat badan karena rencananya kurang spesifik: makan lebih sedikit,
berolahraga lebih banyak. Selain tidak spesifik, rencana ini tidak
tertib: tidak memiliki urutan tindakan yang teratur.
Penelitian oleh Peter Gollwitzer menyatakan rencana yang terbaik
memiliki langkah-langkah yang berkelanjutan, yang memiliki pemicu
seperti sebuah waktu yang spesifik atau suatu kejadian tertentu.
Contohnya, resolusi tahun barunya menjadi: berolahraga selama sejam di gym
setiap hari Selasa, Kamis, dan Sabtu setelah pulang kerja atau jam 5
sore. Rencana diet menjadi: jika makanan penutup datang, saya akan
mengabaikannya dan minum kopi saja.
Perencanaan seperti ini akan memudahkan otak agar tidak terlalu
menghabiskan energi dalam memikirkan prosedur dalam bertindak dan cukup
memikirkan alasan dan tujuannya saja. Rencana yang spesifik dan tertib
akan membuat pekerjaan seakan-akan otomatis dilakukan tanpa perlu banyak
berpikir lagi. Terlalu banyak berpikir akan menguras energi mental
kita.
Pengendalian diri memerlukan energi, dan jangan kuras energi tersebut
dengan terlalu banyak berpikir tentang bagaimana cara melakukan sesuatu
atau langkah selanjutnya ketika sedang berdisiplin. Fokuskan energi
untuk berdisiplin dengan memisahkan waktu berpikir dengan saat bertindak
ke dalam dua fase yang berbeda. Buatlah rencana tindakan secara
spesifik dan tertib sebelum bertindak sehingga kita bisa memanfaatkan
energi kita secara efektif serta terfokus dalam berdisiplin.
3)Jangan Terlalu Memforsir Diri
Seperti yang telah saya sebutkan di atas, berdisiplin memerlukan energi
yang cukup agar kita bisa mengendalikan diri agar tindakan kita tetap
sesuai rencana dan mampu gigih untuk terus bertahan sampai tujuan. Maka
dari itu, jangan menghabiskan energi dan jangan lupa untuk beristirahat.
Profesor Kathleen Vohs, seorang pakar perilaku, menyatakan bahwa
pengendalian diri memiliki sumber daya yang terbatas, yang bisa habis
jika digunakan secara berlebihan. Seperti otot yang kelelahan yang tidak
bisa digerakkan lagi jika terlalu diforsir. Dan seperti otot juga,
bagian otak yang berkaitan dengan kontrol diri; prefrontal cortex, bisa dilatih agar lebih perkasa.
Cara melatih bagian otak ini juga sama dengan cara binaragawan
melatih dan memperbesar otot-ototnya secara alamiah. Perlahan tapi
pasti, mulai dari beban barbel yang kecil dan sampai mengangkat besi
yang lebih berat. Semua dilakukan tanpa dipaksakan, tanpa stres, dan
disesuaikan dengan perkembangan ototnya. Selain itu, masa istirahat juga
diperlukan agar otot yang sudah dilatih melakukan pemulihan untuk
bertumbuh agar lebih besar dan kuat.
Maka, tips disiplin diri menjadi; lakukan tindakan yang harus
dilakukan, namun jangan dipaksakan tapi tetap harus dikerjakan. Intinya,
laksanakan kedisiplinan dengan langkah-langkah yang mudah dan bertahap,
yang penting konsisten dan tidak absen dalam prakteknya walau tetap
diberikan jeda untuk memulihkan tenaga.
4)Kelola Lingkungan dan Kondisi Sosial di Sekitar
Disiplin diri bukan hanya sekedar mengelola kemampuan yang ada di dalam
diri untuk mengerjakan rencana tindakan secara konsisten, tapi juga
menempatkan diri pada lingkungan dan kondisi sosial yang mendukung
pelaksanaan kedisiplinan diri tersebut.
Seorang psikologis dari Princeton, Dan Ariely, meneliti tingkat
pengendalian diri seseorang membutuhkan kontrol eksternal seperti
pengaturan keadaan serta orang-orang yang ada di sekitarnya. Perubahan
pada lingkungan akan memacu perubahan pada diri orang yang ditempatkan
di lingkungan tersebut.
Untuk berdisiplin, kita perlu menyiapkan segala sesuatu yang kita
butuhkan dan menyingkirkan semua yang ingin kita hindari selama
berdisiplin. Contohnya untuk berdiet; seseorang perlu melakukan
persiapan dengan membuang segala makanan junk-food dari kulkas
dan lemarinya serta selalu menyediakan makanan sehat seperti buah dan
sayur. Kalau perlu, pindah tempat tinggal ke lingkungan yang lebih
mendukung gaya hidup yang sehat.
Lalu, kita harus menempatkan diri bersama orang-orang yang mendukung
tujuan kita berdisiplin, mendekati diri dengan orang-orang yang bisa
mempengaruhi dan melemahkan kedisiplinan kita. Misalnya, jika ingin
lebih rajin berolahraga maka bergaulah dengan orang-orang yang juga
rajin berolahraga jangan berkumpul dengan orang-orang yang duduk-duduk
saja kerjanya. Jangan cuma mendaftarkan diri ke gym tapi milikilah teman
atau tim dalam suatu klub olah raga yang diminati.
Aktiflah mengikuti diskusi, forum, dan nyatakan tujuan serta rencana
tindakan kita secara publik. Umumkan beserta sanksi atau hukuman yang
bersedia kita terima jika gagal memenuhi komitmen dalam berdisiplin
tersebut. Bergabung atau buatlah grup/kelompok yang bertujuan sama dan
saling mendukung, atau minimal
cari seorang partner/mitra yang mendukung
kita untuk mendisiplinkan diri.
5)Meningkatkan Kepercayaan Diri
Kesuksesan menaklukan tantangan dalam berdisiplin membutuhkan
kepercayaan diri. Tingkat keberhasilan yang tinggi didapatkan dengan
memberikan yang terbaik dari kemampuan yang ada. Dan memberikan yang
terbaik semaksimal yang kita bisa, hanya mungkin dilakukan dengan
kepercayaan diri yang optimal.
Peneliti beberapa atlit terbaik yang menjadi juara dunia, Jim Taylor,
Ph.D. Mengemukakan bahwa keyakinan penuh akan keahlian yang kita miliki
akan membuka potensi diri sepenuhnya. Sedangkan keragu-raguan akan
menghambat pemanfaatan keahlian secara maksimal dan akan membawa
penyesalan karena tidak memberikan yang terbaik dari diri kita.
Kepercayaan diri akan meningkatkan keyakinan seseorang untuk sukses.
Sebaliknya, kita tidak akan menyesal meski gagal jika kita tahu kita
telah memberikan yang terbaik dan berusaha semaksimal mungkin. Kita
tidak akan menyalahkan diri, mungkin kita akan menyalahkan nasib atau
takdir, tapi kita akan tetap percaya diri karena telah berjuang dengan
seluruh kemampuan yang kita punya. Penyesalan akan mendemotivasi dan
melemahkan semangat kita, berikan seluruh kemampuan yang terbaik yang
kita bisa agar tidak menyesal nanti. Dan kepercayaan diri yang tinggi
akan menguatkan kita dari perasaan kecewa jika kita mengalami kegagalan.
Maka dari itu, adalah penting untuk menjaga dan meningkatkan
kepercayaan diri bahwa kita akan mampu berdisiplin secara maksimal.
Untuk meningkatkan kepercayaan diri kita harus menjaga sikap dan pikiran
yang positif, optimis dan berani menghadapi rasa takut serta kecemasan
atau ketidaknyamanan yang ada akibat perubahan yang dilakukan. Dan yang
paling penting; mampu bangkit serta belajar dari kesalahan, terus
percaya diri untuk kembali termotivasi dalam berdisiplin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar